http://ift.tt/2fqMrqR - http://ift.tt/2g5haxg
BALARAJA (DP) – Wacana Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengubah struktur pajak kendaraan dari semula berdasarkan kapasitas mesin menjadi emisi karbon dioksida dianggap baik bagi industri truk, namun percuma jika dampaknya tidak dirasakan konsumen.
“Sebenarnya sama saja, kalau UD Trucks bilang bagus, tapi konsumen tidak bisa beli ya sama aja,” ujar Regional Head IBB, PT Astra International, Tbk – UD Trucks Sales Operation, Bambang Widjanarko, Selasa (6/12).
Sebab kata Bambang, jika harus mengubah struktur pajak berdasarkan emisi maka produsen akan menghadirkan produk yang secara teknologi lebih tinggi. Hal ini baik secara industri, namun ujungnya berpengaruh terhadap harga jual.
“Itu masih wacana, tapi secara implementasi agak berat. Untuk harga pasti (berpengaruh), karena yang namanya teknologi pasti ngaruh ke harga. Itu kan berarti produknya tertentu, utilisasinya juga terbatas,” katanya.
Jangankan struktur pajak yang berubah kata Bambang, mengambil contoh peraturan Pemerintah Daerah (Pemda) saja pasti ada dampaknya. Mungkin tidak langsung seperti kenaikan harga, namun investasi yang musti dikeluarkan.
“Seperti sekarang ada pembatasan untut truk 10 tahun dari Pemda DKI, itu juga pengaruh. Pengusaha juga pasti protes, karena setelah 10 tahun mereka harus invest baru. Bagi kita (UD Trucks) mungkin bagus, tapi konsumen juga akhirnya tarik ulur,” katanya.
Wacana mengubah struktur perpajakan kendaraan bermotor pertama kali digulirkan November 2016. I Gusti Putu Suryawirawan, Dirjen ILMATE mengatakan, sisi baik rencana tersebut yaitu mendorong produsen otomotif membuat kendaraan ramah lingkungan.
Jika struktur perpajakan kendaraan di Indonesia saat ini mengacu pada faktor kapasitas mesin/cubic centimetre (cc), di mana makin besar mesin maka semakin mahal pajaknya, ke depan makin besar emisinya, maka semakin besar pajaknya. [dp/Gls]
EmoticonEmoticon